Pertanyaan :
Ustadz, saya ada pertanyaan. Apakah mungkin melihat Nabi shallallahu
'alahi wa sallam dalam mimpi?, dan jika mungkin, maka bagaimana dengan
pengakuan Habib Munzir bahwa Ia bertemu Nabi dalam mimpi dan Nabi
mengabarkan bahwa Habib Munzir akan menyusul Nabi sebelum umur 40
tahun?? Jazaakallahu khoiron atas jawabannya.
JAWAB :
Bermimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi
wasallam merupakan perkara yang mungkin terjadi berdasarkan dalil-dalil
yang shahih. Akan tetapi para ulama telah sepakat jika seseorang
bermimpi bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun, lalu
Nabi menyampaikan sesuatu dalam mimpi tersebut maka mimpi tersebut tidak
bisa dijadikan dalil dalam penentuan hukum yang baru, apalagi sampai
merubah atau memansukhkan suatu hukum. Demikian juga halnya jika Nabi
mengabarkan hal yang ghoib tentang masa depan. Paling banter hanya
sebagai 'isti'naas (penguat) saja dan bukan penentu atau kepastian.
Berikut ini perkataan ulama madzhab Syafi'iyyah tentang hal ini.Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
أَنَّهُ مَنْ رَآهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآهُ حَقًّا. وَأَنَّ الشَّيْطَانَ لَا
يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِهِ، وَلَكِنْ لَا يُعْمَلُ بِمَا يَسْمَعُهُ
الرَّائِي مِنْهُ فِي الْمَنَامِ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالْأَحْكَامِ،
لِعَدَمِ ضَبْطِ الرَّائِي، لَا لِلشَّكِّ فِي الرُّؤْيَةِ، فَإِنَّ
الْخَبَرَ لَا يُقْبَلُ إِلَّا مِنْ ضَابِطٍ مُكَلَّفٍ، وَالنَّائِمُ
بِخِلَافِهِ
"Sesungguhnya barang siapa yang melihat
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi maka ia telah melihatnya
sesungguhnya. Dan sesungguhnya syaitan tidak bisa menyerupai bentuk
Nabi. Akan tetapi tidak diamalkan apa yang didengar oleh seorang yang
mimpi dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi, tentang apa
yang berkaitan dengan hukum. Karena orang yang mimpi tidak dhobith
(tidak memiliki kemampuan menangkap dan menghafalkan berita atau riwayat
yang didengarnya-pen) bukan dari sisi ragu akan mimpinya melihat Nabi
akan tetapi suatu khobar/berita tidaklah diterima kecuali dari seseorang
yang dhobith mukallaf. Adapun seorang yang sedang tidur tidaklah
demikian" (Roudhotut Thoolibin 7/16)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah juga berkata :
لَوْ كَانَتْ لَيْلَةُ الثَّلَاثِينَ مِنْ شَعْبَانَ
وَلَمْ يَرَ النَّاسُ الْهِلَالَ فَرَأَى إنْسَانٌ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَنَامِ فَقَالَ لَهُ اللَّيْلَةُ
أَوَّلُ رَمَضَانَ لَمْ يَصِحَّ الصَّوْمُ بِهَذَا الْمَنَامِ لَا
لِصَاحِبِ الْمَنَامِ وَلَا لغيره ذكره القاضي حسين فِي الْفَتَاوَى
وَآخَرُونَ مِنْ أَصْحَابِنَا وَنَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ الْإِجْمَاعَ
عَلَيْهِ
"Kalau seandainya pada malam hari ke 30
bulan Sya'ban, dan orang-orang tidak ada yang melihat hilal, lalu ada
seseorang melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpinya,
lalu Nabi berkata kepadanya, "Malam ini adalah malam pertama bulan
Ramadhan" maka berpuasa dengan berdalil pada mimpi tersebut tidaklah
sah, tidak sah bagi orang yang bermimpi demikian juga tidak sah bagi
selainnya. Hal ini telah disebutkan oleh Al-Qoodhi Husain dalam
fatwa-fatwanya, demikian juga para ulama Syafi'iyah yang lainnya. Dan
Al-Qoodhi 'Iyaadh menukilkan ijmak akan hal ini"
Al-Imam An-Nawawi melanjutkan :
وَقَدْ قَرَّرْتُهُ بِدَلَائِلِهِ فِي أَوَّلِ شَرْحِ
صَحِيحِ مُسْلِمٍ وَمُخْتَصَرُهُ أَنَّ شَرْطَ الرَّاوِي وَالْمُخْبِرَ
وَالشَّاهِدَ أَنْ يَكُونَ مُتَيَقِّظًا حَالِ التَّحَمُّلِ وَهَذَا
مُجْمَعٌ عَلَيْهِ وَمَعْلُومٌ أَنَّ النَّوْمَ لَا تَيَقُّظَ فِيهِ وَلَا
ضَبْطَ فَتُرِكَ الْعَمَلُ بِهَذَا الْمَنَامِ لِاخْتِلَالِ ضَبْطِ
الرَّاوِي لَا لِلشَّكِّ فِي الرُّؤْيَةِ
Aku telah menjelaskan dengan disertai
dalil-dalil di awal dari (kitab) Syarh Shahih Muslim…, bahwasanya syarat
seorang perawi dan pembawa kabar berita, serta syarat seorang saksi,
adalah harus dalam keadaan sadar/terjaga tatkala menerima berita. Dan
ini merupakan perkara yang disepakati (ijmak) para ulama. Dan tentunya
pada tidur tidak ada sikap terjaga dan juga tidak ada sifat ad-dobth,
maka ditinggalkan mengamalkan mimpi ini, dikarenakan ketidakberesan
dhobth sang perawi, bukan karena ragu tentang mimpinya" (Al-Majmuu'
6/281-282))
Al-Imam An-Nawawi juga berkata :
فنقلوا الاتفاق على أنه
لا يغير بسبب ما يراه النائم ما تقرر فى الشرع وليس هذا الذى ذكرناه مخالفا
لقوله صلى الله عليه وسلم من رآنى فى المنام فقد رآنى فان معنى الحديث أن
رؤيته صحيحة وليست من أضغاث الاحلام وتلبيس الشيطان ولكن لا يجوز اثبات حكم
شرعى به لأن حالة النوم ليست حالة ضبط وتحقيق لما يسمعه الرائى وقد اتفقوا
على أن من شرط من تقبل روايته وشهادته أن يكون متيقظا لا مغفلا ولا سىء
الحفظ ولا كثير الخطأ ولا مختل الضبط والنائم ليس بهذه الصفة فلم تقبل
روايته لاختلال ضبطه ... أما اذا رأى النبى صلى الله عليه و سلم يأمره بفعل
ما هو مندوب إليه أو ينهاه عن منهى عنه أو يرشده إلى فعل مصلحة فلا خلاف
فى استحباب العمل على وفقه لأن ذلك ليس حكما بمجرد المنام بل تقرر من أصل
ذلك الشيء والله أعلم
"Mereka (para ulama syafi'iyyah) telah
menukilkan kesepakatan bahwasanya apa yang dilihat oleh orang yang mimpi
tidaklah merubah hukum yang telah berlaku dalam syari'at. Dan apa yang
kami sebutkan ini tidaklah bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam
مَنْ رآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي
"Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia telah melihatku"
Karena makna hadits ini adalah
bahwasanya mimpi melihat Nabi adalah benar dan bukan dari jenis
mimpi-mimpi kosong dan tipuan syaitan, akan tetapi tidak boleh
menetapkan hukum syari'at dengan mimpi tersebut. Karena kondisi tidur
bukanlah kondisi dhobth dan tahqiq terhadap apa yang didengar oleh orang
yang mimpi tersebut. Mereka telah bersepakat bahwasanya diantara syarat
seseorang diterima riwayatnya dan persaksiannya adalah ia harus dalam
keadaan terjaga, bukan dalam keadaan lalai, buruk hafalan, banyak
salahnya, dan tidak beres dhobithnya. Dan orang yang sedang tidur tidak
memiliki sifat-sifat ini maka tidaklah diterima riwayatnya karena
ketidakberesan dhobithnya…
Adapun jika ia melihat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam (dalam mimpi) memerintahkannya untuk melakukan perkara
yang dianjurkan atau melarangnya dari perkara yang dilarang atau
mengarahkannya untuk melakukan suatu kemaslahatan maka tidak ada khilaf
tentang disukainya mengerjakan mimpi tersebut, karena hal ini bukanlah
penetapan suatu hukum karena hanya sekedar mimpi, akan tetapi memang
sudah ditetapkan oleh hukum asalnya sesuatu tersebut" (Al-Minhaaj Syarh
Shahih Muslim 1/115)
Syaikhul Islaam Zakariya Al-Anshoori berkata :
وَرُؤْيَتُهُ في
النَّوْمِ حَقٌّ فإن الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِهِ كما ثَبَتَ ذلك في
الصَّحِيحَيْنِ وَلَا يُعْمَلُ بها فِيمَا يَتَعَلَّقُ بِالْأَحْكَامِ
لِعَدَمِ ضَبْطِ النَّائِمِ لَا لِلشَّكِّ في رُؤْيَتِهِ
"Dan melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam mimpi adalah kebenaran, karena Syaithan tidak bisa meniru
Nabi sebagaimana telah valid dalam shahih Al-Bukhari dan shahih Muslim,
dan tidaklah diamalkan mimpi tersebut tentang apa-apa yang berkaitan
dengan hukum-hukum dikarenakan tidak adanya dhobth dari orang yang
mimpi, bukan karena keraguan akan benarnya ia mimpi" (Asna Al-Mathoolib
3/106)
Syaitan Tidak Bisa Meniru Rupa dan Sifat Nabi Tapi Bisa Mengaku Sebagai Nabi
Diantara cara syaitan menyesatkan
sebagian orang adalah dengan datang melalui mimpi mereka dengan mengaku
sebagai Rasulullah lalu mengajarkan kepada mereka hal-hal yang
bertentangan dengan syari'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Memang benar bahwasanya Syaitan tidak bisa meniru rupa dan bentuk Nabi
meskipun dalam mimpi, akan tetapi syaitan bisa mengaku sebagai Nabi
dengan rupa selain rupa Nabi.
Dari Abu Hurairoh radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي حقاً، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي
"Barang siapa yang melihatku di mimpi maka ia sungguh telah melihatku, karena syaitan tidak bisa meniruku" (HR Al-Bukhari no 110 dan Muslim no 2266)
Dari Abu Qotaadah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
وَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَرَاءَى بِي
"Dan sesungguhnya syaitan tidak bisa menampakkan dirinya dengan rupaku" (HR Al-Bukhari no 6995)
Dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, dengan lafal
فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَخَيَّلُ بِي
"Karena syaitan tidak bisa menkhayalkan menjadi diriku" (HR Al-Bukhari no 6994)
Karenanya barang siapa yang melihat Nabi
dalam mimpinya sebagaimana sifat-sifat fisik Nabi yang ma'ruuf
(sebagaimana sifat-sifatnya telah tersebutkan dalam hadits-hadits dan
juga kitab syama'il) maka sungguh ia telah benar melihat Nabi, karena
syaitan tidak bisa meniru Nabi dan tidak bisa menampakkan dirinya dengan
rupa Nabi.
Adapun jika seseorang melihat dalam
mimpinya ada yang mengaku sebagai Nabi akan tetapi ternyata
sifat-sifatnya menyelisihi dengan sifat-sifat Nabi yang ma'ruuf maka
bukan Nabilah yang telah ia lihat, akan tetapi syaitan yang mengaku
sebagai Nabi. Inilah pendapat yang benar yang sesuai dengan dzohir
hadits-hadits tentang melihat Nabi dalam mimpi, dan juga sesuai dengan
praktek para sahabat dan tabi'in. Jika ada orang yang mengaku melihat
Nabi dalam mimpinya dan ternyata tidak sesuai dengan sifat-sifat Nabi
maka di sisi mereka dia tidaklah melihat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam.
Al-Hakim meriwayatkan :
عَنْ عَاصِمِ بْنِ
كُلَيْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي» قَالَ أَبِي: فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ
عَبَّاسٍ، وَقُلْتُ: قَدْ رَأَيْتُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَذَكَرْتُ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ فَشَبَّهْتُهُ بِهِ، فَقَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ: «إِنَّهُ كَانَ يُشْبِهُهُ»
Dari 'Ashim bin Kulaib ia berkata,
"Ayahku (Kulaib) menyampaikan kepadaku bahwa ia mendengar Abu Huroiroh
berkata : Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda, "Barang
siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia telah melihatku, karena
syaitan tidak bisa meniruku". Akupun menyampaikan hadits ini kepada
Ibnu Abbas, dan aku berkata kepadanya, "Aku telah melihat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam mimpi). Lalu akupun menyebutkan
Al-Hasan bin Ali, dan aku menyamakan Nabi dengan Al-Hasan. Maka Ibnu
'Abbaas berkata, "Nabi mirip dengan Al-Hasan" (HR Al-Hakim dan Ibnu
Hajar dalam Fathul Baari 12/384 berkata, "Sanadnya jayyid/baik")
Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya berkata :
قَالَ ابْنُ سِيْرِيْن : إِذَا رَآهُ فِي صُوْرَتِهِ
"Ibnu Sirin berkata : (Yaitu) jika ia
melihat Nabi dengan rupa Nabi" (Atsar mu'allaq ini disebutkan oleh
Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya setelah hadits no 6993)
Riwayat ini juga telah diriwayatkan dengan sanad bersambung oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar :
كَانَ مُحَمَّدُ بْنُ
سِيْرِيْن إِذَا قَصَّ عَلَيْهِ رَجُلٌ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صلى الله
عليه و سلم قَالَ : صِفْ لِي الَّذِي رَأَيْتَهُ، فَإِنْ وَصَفَ لَهُ
صِفَةً لاَ يَعْرِفُهَا قَالَ : لَمْ تَرَهُ
Adalah Muhammad bin Sirin jika ada
seseorang menceritakan bahwa ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam (dalam mimpi), maka Ibnu Sirin berkata, "Sebutkanlah ciri-ciri
orang yang kau lihat dalam mimpimu". Jika ternyata ia menyebutkan
sifat-sifat (ciri-ciri) yang tidak diketahui oleh Ibnu Sirin maka Ibnu
Sirin berkata, "Engkau tidak melihat Nabi" (Fathul Baari 12/384, dan
Ibnu Hajar berkata, "Sanadnya shahih")
Asy-Syaathibi rahimahullah berkata (menukil perkataan Ibnu Rusyd) :
ثُمَّ قَالَ: وَلَيْسَ
مَعْنَى قَوْلِهِ: «مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَآنِي حَقًّا»، أَنَّ كُلَّ مَنْ
رَأَى فِي مَنَامِهِ أَنَّهُ رَآهُ فَقَدْ رَآهُ حَقِيقَةً، بِدَلِيلٍ
أَنَّ الرَّائِيَ قَدْ يَرَاهُ مَرَّاتٍ عَلَى صُوَرٍ مُخْتَلِفَةٍ،
وَيَرَاهُ الرَّائِي عَلَى صِفَةٍ، وَغَيْرِهِ عَلَى صِفَةٍ أُخْرَى. وَلَا
يَجُوزُ أَنْ تَخْتَلِفَ صُوَرُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَا صِفَاتُهُ، وَإِنَّمَا مَعْنَى الْحَدِيثِ: مَنْ رَآنِي
عَلَى صُورَتَيِ الَّتِي خُلِقْتُ عَلَيْهَا. فَقَدْ رَآنِي، إِذْ لَا
يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي، إِذْ لَمْ يَقُلْ: مَنْ رَأَى أَنَّهُ
رَآنِي فَقَدْ رَآنِي؛ وَإِنَّمَا قَالَ: «مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَآنِي»،
...فَهَذَا مَا نُقِلَ عَنِ ابْنِ رُشْدٍ، وَحَاصِلُهُ يَرْجِعُ إِلَى
أَنَّ الْمَرْئِيَّ قَدْ يَكُونُ غَيْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنِ اعْتَقَدَ الرَّائِي أَنَّهُ هُوَ.
"Kemudian Ibnu Rusyd berkata : Dan
bukanlah makna sabda Nabi ((Barang siapa yang melihatku maka telah
melihat aku sesungguhnya)) bahwasanya seluruh orang yang melihatnya
dalam mimpi berarti telah melihatnya secara sesungguhnya. Buktinya
bahwasanya orang yang mimpi terkadang melihat Nabi dalam rupa yang
bervariasi. Seseorang yang mimpi melihat Nabi dengan sifat tertentu, dan
orang lain mimpi dengan sifat yang lain. Dan tidak boleh rupa-rupa Nabi
berbeda-beda demikian juga sifat-sifatnya. Akan tetapi makna hadits
adalah "Barang siapa yang melihatku dalam rupaku yang aku diciptakan di
atas rupa tersebut, maka ia sungguh telah melihatku, karena syaitan
tidak bisa menyerupaiku". Karena Nabi tidaklah berkata, "Barang siapa
yang melihat bahwasanya ia telah melihatku maka ia sungguh telah
melihatku". Akan tetapi Nabi hanyalah berkata, "Barang siapa yang
melihatku maka sungguh ia telah melihatku"…
Inilah yang dinukil dari Ibnu Rusyd,
yang kesimpulannya adalah kembali kepada bahwasanya yang dilihat dalam
mimpi bisa jadi bukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun dalam
keyakinan orang yang bermimpi apa yang dilihatnya adalah Nabi"
(Al-I'tishoom 1/335)
Adapun pendapat sebagian ulama
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mungkin untuk dilihat
dalam mimpi dengan selain rupa beliau maka merupakan pendapat yang
kurang kuat. Tidak ada hadits yang mendukung pendapat ini kecuali hadits
yang lemah sebagaimana telah dijelaskan kelemahannya oleh Ibnu Hajar.
Setelah menyebut atsar Ibnu Abbas dan
Muhammad bin Sirin yang menyatakan bahwa melihat Nabi harus dengan rupa
Nabi, Ibnu Hajar berkata :
ويعارضه ما أخرجه بن أبي
عاصم من وجه آخر عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من
رآني في المنام فقد رآني فَإِنِّي أُرَى فِي كُلِّ صُوْرَةٍ وفي سنده صالح
مولى التوأمة وهو ضعيف لاختلاطه وهو من رواية من سمع منه بعد الاختلاط
"Dan atsar-atsar (Ibnu Abbas dan Ibnu
Sirin-pen) bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi
'Aashim dari sisi lain dari Abu Huroiroh, ia berkata : Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang melihatku
dalam mimpi maka ia sungguh telah melihatku, karena sesungguhnya aku
dilihat dalam seluruh bentuk". Pada sanadnya seorang rawi yang bernama
Sholeh Maula At-Tauamah karena ikhtilaath, dan ini adalah riwayat dari
orang yang mendengar darinya setelah ikhtilath" (Fathul Baari 12/384)
Para ulama yang berpendapat mungkinnya
Nabi dilihat dalam mimpi dalam rupa selain beliau, mereka mengatakan :
Jika Nabi dilihat dalam rupa selain rupa beliau maka mimpi tersebut
butuh takwil.
Akan tetapi –wallahu A'lam- pendapat
yang benar bahwa disyaratkan untuk melihat Nabi dalam mimpi adalah dalam
rupa Nabi yang sesungguhnya, jika tidak maka apa faedah dari sabda Nabi
"Karena sesungguhnya syaitan tidak bisa meniru rupaku" (dalam riwayat
lain: "Tidak bisa menampakkan dirinya dengan rupaku", dalam riwayat lain
: Tidak bisa mengkhayalkan dengan rupaku")??
Karenanya jika ada seseorang
yang melihat Nabi dalam bentuk seorang yang sudah tua yang rambut dan
janggutnya semuanya sudah putih maka dia tidak melihat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Karena disebutkan dalam hadits-hadits bahwasanya
jumlah rambut uban Nabi shallallahu 'alahi wa sallam kurang dari 20
helai.
Khurofat Seputar Mimpi Bertemu Nabi
Banyak khurofat yang timbul akibat
pengakuan sebagian orang bahwa mereka telah bermimpi bertemu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi. Bertemu dengan Nabi dalam
mimpi tidak menjadi permasalahan, kebenarannya kita serahkan kepada
orang yang mimpi, dan kita berhusnudzon bahwa mungkin saja mereka yang
mengaku-ngaku itu benar. Akan tetapi menjadi permasalahan adalah tatkala
mimpi tersebut dijadikan dalil untuk suatu hukum, mengajarkan
perkara-perkara yang baru dalam agama, apalagi sampai mengajarkan
perkara-perkara yang bertentangan dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam.
Diantara khurofat-khurofat tersebut adalah :
Pertama : Kisah surat
wasiat dari penjaga kuburan Nabi yang bernama Syaikh Ahmad yang sempat
heboh beberapa waktu yang lalu, yang ternyata hanyalah kedustaan. Isi
surat tersebut adalah :
“Ini adalah wasiat dari Madinah Munawwarah dari Ahmad Khodim Al Haram An Nabawi ”
Dalam wasiat ini dikatakan: pada suatu
malam Jum’at aku pernah tidak tidur, membaca Al Qur’an, dan setelah
membaca Asma’ul Husna aku bersiap siap untuk tidur, tiba tiba aku
melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang telah membawa
ayat-ayat Al Qur’an dan hukum-hukum yang mulia, kemudian beliau berkata:
wahai Syaikh Akhmad, aku menjawab: ya, ya Rasulullah, wahai orang yang
termulia diantara makhluk Allah, beliau berkata kepadaku: aku sangat
malu atas perbuatan buruk manusia itu, sehingga aku tak bisa menghadap
Tuhanku dan para malaikat, karena dari hari Jum’at ke Jum’at telah
meninggal dunia sekitar seratus enam puluh ribu jiwa (160 000) dengan
tidak memeluk agama Islam.
Kemudian beliau menyebut contoh contoh
dari perbuatan maksiat itu, dan berkata: “maka wasiat ini sebagai rahmat
bagi mereka dari Allah Yang Maha Perkasa”, selanjutnya beliau
menyebutkan sebagian tanda tanda hari kiamat dan berkata: “wahai Syaikh
Ahmad, sebarkanlah wasiat ini kepada mereka, sebab wasiat ini dinukil
dari Lauhul Mahfudz, barang siapa yang menulisnya dan mengirimnya dari
suatu negara ke negara lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain,
baginya disediakan istana dalam surga, dan barang siapa yang tidak
menulis dan tidak mengirimnya, maka haramlah baginya syafaatku di hari
kiamat nanti, barang siapa yang menulisnya sedangkan ia fakir maka Allah
akan membuat dia kaya, atau ia berhutang maka Allah akan melunasinya,
atau ia berdosa maka Allah pasti mengampuninya, dia dan kedua orang
tuanya, berkat wasiat ini, sedangkan barang siapa yang tidak menulisnya
maka hitamlah mukanya di dunia dan ahirat.”
Kemudian beliau melanjutkan: “Demi Allah
3x wasiat ini adalah benar, jika aku berbohong, aku keluar dari dunia
ini dengan tidak memeluk agama Islam, barang siapa yang percaya kepada
wasiat ini, ia akan selamat dari siksaan neraka, dan jika tidak percaya
maka kafirlah ia.” (silahkan lihat bantahan Syaikh Bin Baaz terhadap
surat ini di http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/02/09/wasiat-bohong-dari-syaikh-ahmad-penjaga-kubur-rasulullah/)
Kedua : Khurofat Ibnu
'Arobi (tokoh pujaan kaum sufi, wafat 638 H) dalam kitabnya "Fushus
Al-Hikam". Ia berkata di pembukaan kitabnya :
"Amma ba'du, sesungguhnya aku telah
melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu mimpi kabar
gembira yang aku melihatnya pada sepuluh terakhir di bulan Muharoom
tahun 627 Hijriyah di Damaskus. Dan ditangan Nabi shallallahu 'alahi wa
sallam ada sebuah buku. Maka Nabi berkata kepadaku, "Ini adalah kitab
Fushus Al-Hikam, ambilah kitab ini dan keluarkan untuk manusia agar
mereka mengambil manfaat darinya". Maka aku berkata, "Mendengar dan
Ta'at kepada Allah, RasulNya, dan para Ulil Amri diantara kami". Maka
akupun mewujudkan angan-angan, lalu aku mengikhlaskan niat, serta aku
fokuskan dan konsentrasikan tujuan dan semangat untuk memunculkan kitab
ini kepada manusia sebagaimana yang ditentukan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tanpa ada sedikitpun tambahan dan pengurangan" (Fushus
Al-Hikam, Ibnu 'Arobi, tahqiq : Abul 'Alaa 'Afifi, Daar Al-Kitaab
'Arobi)
Lihatlah khurofat kelas kakap yang
dipropagandakan oleh Ibnu 'Arobi. Buku yang katanya langsung pemberian
Rasulullah ini (tanpa ada tambahan dan pengurangan sedikitpun) ternyata
isinya adalah kekufuran yaitu aqidah wihdatul wujud. Dan buku ini isinya
cukup panjang dan tebal sekitar 200 halaman, yang ini menunjukkan bahwa
Ibnu 'Arobi mimpinya sangat lama, karena dia harus menghafal isi kitab
tersebut yang diajarkan oleh Nabi, karena ia mengaku tidak menambah satu
huruf pun. Jangan-jangan mimpinya selama seminggu ??!!
Diantara kekufuran Ibnu 'Arobi, ia menyatakan Fir'aun meninggal dalam keadaan beriman. Ibnu 'Arobi berkata :
"Musa adalah penyejuk mata bagi Fir'aun
dengan keimanan yang Allah berikan kepada Fir'aun tatkala tenggelam.
Maka Allahpun mencabut nyawanya dalam keadaan suci dan tersucikan, tidak
ada sedikit dosapun, karena Allah mencabut nyawanya tatkala ia beriman
sebelum ia melakukan dosa apapun. Dan Islam menghapuskan dosa-dosa
sebelumnya. Dan Allah menjadikan Fir'aun sebagai tanda atas perhatianNya
kepada siapa yang Ia kehendaki, agar tidak seorangpun putus asa dari
rahmat Allah" (Fushush Al-hikam hal 201)
Bahkan Ibnu 'Arobi –penjual faham wihdatul wujud- menyatakan
bahwa peraktaan Fir'aun "Aku adalah
Tuhan kalian Yang Tertinggi" adalah perkataan yang benar, karena Fir'aun
dzatnya adalah Allah itu sendiri, meskipun rupanya adalah rupa Fir'aun.
(Fushush Al-Hikam hal 211)
Ketiga : Mengetahui shahih atau lemahnya suatu hadits dengan menunggu hukum dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalui mimpi??
Lihat video berikut ((http://www.youtube.com/watch?v=_sySyD8RBDw))
Jika perkaranya demikian maka percuma
mempelajari ilmu hadits dan juga ilmu al-Jarh wa At-Ta'diil…!!!. Sungguh
letih dan percuma keletihan mereka para ahlul hadits yang telah
meletakan kerangka ilmu mushtolah Al-Hadits, dan juga ilmu Al-Jarh wa
At-Ta'diil???
Kalau setiap permasalahan agama langsung
ditanyakan kepada Nabi, maka buat apa susah-susah para ulama berselisih
pendapat dengan mengemukakan dalil-dalil mereka. Kan perkaranya tinggal
mudah, tinggal ditanyakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam !!.
Anehnya saya tidak pernah mendapatkan seorang ahli haditspun dalam
buku-buku mereka yang menshahihkan dan melemahkan hadits dengan dalih
bertanya kepada Nabi melalui mimpi…!!!. Demikian juga saya tidak pernah
menemukan dalam kitab fikih madzhab manapun ada seorang ulama yang
kemudian merojihkan suatu pendapat dan melemahkan pendapat yang lain
dengan dalih bahwa ia sudah menanyakannya kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam melalui mimpi…!!!
Bahkan kenapa para sahabat mesti khilaf
dalam banyak hal…bahkan hingga terjadi pertumpahan darah jika ternyata
bisa dengan mudah mendiskusikan permasalahan kepada Nabi lewat mimpi??!!
Kesimpulan dalam masalah mimpi bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah sebagai berikut :
- Jika ada seseorang yang
mengaku bermimpi ketemu Nabi, maka tidak perlu kita dustakan, apalagi
jika seseorang tidak dikenal pendusta. Berbeda jika halnya yang mengaku
tersebut adalah seseorang yang terkenal suka berdusta
- Jika yang dilihatnya dalam
mimpi memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat-sifat Nabi shallallahu
'alahi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih maka kita benarkan
mimpinya tersebut
- Jika ternyata dalam mimpi
tersebut Nabi memerintahkan dia untuk melakukan hal-hal kebaikan dan
menjauhi larangan-larangan maka itu merupakan tanda baik, dan mimpi
tersebut sebagai penyemangat untuk bertakwa dan beramal sholeh
- Jika ternyata dalam mimpi
tersebut Nabi mengajarkan hukum-hukum baru dalam Islam berupa
amalan-amalan ibadah baru, maka tentu tidak bisa dijadikan pegangan, dan
kemungkinan yang dilihatnya bukanlah Nabi, akan tetapi syaitan yang
mengaku sebagai Nabi. Karena tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
meninggal dunia agama ini telah sempurna sebagaimana Allah berfirman
((الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ)) "Pada hari ini telah Aku
sempurnakan bagi kalian agama kalian". Jika ternyata masih ada
syari'at-syari'at yang akan menyusul melalui mimpi maka terbatalkanlah
ayat tersebut.
- Jika ternyata dalam mimpi
tersebut Nabi juga menyuruh untuk mengkhususkan suatu hukum syari'at
yang umum, atau memansukhkan suatu hukum syari'at maka ini juga
menunjukkan apa yang dilihatnya bukanlah Nabi, karena melazimkan
belumlah sempurnanya syari'at Allah tatkala meninggalnya Nabi.
- Jika ternyata Nabi shallallahu
'alahi wasallam mengabarkan tentang kenyataan yang ada atau tentang
masa depan, maka tidak bisa otomatis kita benarkan. Karena sebagaimana
penjelasan Ulama bahwasanya mimpi Nabi hanya sebatas isti'nas (penguat)
dan bukan suatu kepastian. Apalagi jika Nabi menyampaikan tentang masa
depan??
Mimpi Habib Munzir
Adapun mengenai mimpi Habib Munzir, maka
terlebih dahulu kita cantumkan pengakuan Habib Munzir tentang mimpinya
tersebut sebagai berikut :
((PESAN & WASIAT HABIB :
Aku teringat mimpiku
beberapa minggu yg lalu, aku berdiri dg pakaian lusuh bagai kuli yg
bekerja sepanjang hari, dihadapanku Rasulullah saw berdiri di pintu
kemah besar dan megah, seraya bersabda : “semua orang tak tega melihat
kau kelelahan wahai munzir, aku lebih tak tega lagi…, kembalilah padaku,
masuklah kedalam kemahku dan istirahatlah…
Ku jenguk dalam kemah mewah
itu ada guru mulia, seraya berkata :kalau aku bisa keluar dan masuk
kesini kapan saja, tapi engkau wahai munzir jika masuk kemah ini kau tak
akan kembali ke dunia..
Maka Rasul saw terus
mengajakku masuk, “masuklah.. kau sudah kelelahan.., kau tak punya rumah
di dunia(memang saya hingga saat ini masih belum punya rumah) , tak ada
rumah untukmu di dunia, karena rumahmu adalah disini bersamaku..,
serumah denganku.., seatap dg ku…, makan dan mium bersamaku ..
masuklah,,,
Lalu aku berkata : lalu
bagaimana dg Fatah Jakarta? (Fatah tegaknya panji kedamaian Rasul saw),
maka beberapa orang menjawab dibelakangku : wafatmu akan membangkitkan
ribuan hati utk meneruskan cita citamu,..!!, masuklah,,,!
Lalu malaikat Izrail as
menggenggamku dari belakang, ia memegang dua pundakku, terasa seluruh
uratku sudah digenggamannya, seraya berkata : mari… kuantar kau masuk..
mari…
Maka kutepis tangannya, dan
aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka Rasul saw
memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..
Aku terbangun…
Semalam ketika aku rebah
dalam kegelapan kulihat dua tamu bertubuh cahaya, namun wajahnya tidak
bertentuk kecuali hanya cahaya, ia memperkenalkan bahwa ia adalah Izrail
as..
Kukatakan padanya : belum…
belum.. aku masih ingin bakti pada guru muliaku.. pergilah dulu, maka ia
pun menghilang raib begitu saja.
Tahun 1993 aku bermimpi berlutut dikaki Rasul saw, menangis rindu tak kuat untuk ingin jumpa, maka Sang Nabi saw menepuk pundakku… tenang dan sabarlah..sebelum usiamu mencapaii 40 tahun kau sudah kumpul bersamaku”
Usia saya kini 37 tahun pada 23 feb 73, dan usia saya 38 tahun pada 19 muharram ini.
Peradangan otak ini adalah
penyakit terakhirku, aku senang wafat dg penyakit ini, karena Rasul saw
beberapa bulan sebelum wafatnya terus nebgeluhkan sakit kepala..
Salam rinduku untuk kalian
semua jamaah Majelis Rasulullah saw kelak, jika terjadi sesuatu padaku
maka teruskan perjuanganku.. ampuni kesalahanku.., kita akab jumpa kelak
dg perjumpaan yg abadi..
Amiin..
Kalau usiaku ditakdirkan lebih maka kita terus berjuang semampunya, tapi mohon jangan siksa hari hariku.. hanya itu yg kuminta)) (lihat http://majeliskecil.wordpress.com/2011/05/06/pesan-wasiat-habib-munzir/)
Habib Munzir juga berkata
((namun saya sangat mencintai Rasul saw, menangis merindukan Rasul saw, dan sering dikunjungi Rasul saw dalam mimpi, Rasul saw selalu menghibur saya jika saya sedih,
suatu waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut beliau saw, dan
berkata wahai Rasulullah saw aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku
lagi, butakan mataku ini asal bisa jumpa dg mu.., ataukan matikan aku
sekarang, aku tersiksa di dunia ini,,, Rasul saw menepuk bahu saya dan
berkata :
munzir, tenanglah, sebelum usiamu mencapai 40 tahun kau sudah jumpa dgn ku.., maka saya terbangun….))
Habib Munzir juga berkata :
((usia saya kini 38 tahun jika dg perhitungan hijriah, dan 37 th jika
dg perhitungan masehi, saya lahir pd Jumat pagi 19 Muharram 1393 H, atau
23 februari 1973 M. Perjanjian Jumpa dg Rasul saw adalah sblm usia saya tepat 40 tahun,
kini sudah 1432 H, mungkin sblm sempurna 19 Muharram 1433 H saya sudah
jumpa dg Rasul saw, namun apakah Allah swt akan menambah usia pendosa
ini..?)) (lihat : http://majeliskecil.wordpress.com/2011/04/10/biografi-habib-munzir-bin-fuad-al-musawa/)
Jika kita memperhatikan
pengakuan Habib Munzir di atas maka dalam mimpi tersebut nampak bahwa
Nabi mengabarkan kepada Habib Munzir tentang masa depan, yaitu bahwa
Habib Munzir akan meninggal sebelum berumur 40 tahun
Tentunya sebagaimana telah kita
jelaskan, bahwasanya mimpi ketemu Nabi yang seperti ini tidak bisa
dijadikan sebagai kepastian, akan tetapi sebagai kemungkinan, karena
para ulama telah sepakat mimpi bukanlah dalil dan hujjah.
Hal ini terbukti jika kita memperhatikan
umur Habib Munzir tatkala meninggal usianya telah melewati 40 tahun
tidak sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam mimpinya. Karena Habib Munzir lahir pada tanggal 23
februari 1973 (bertepatan dengan 19 Muharram 1393 H) dan wafat pada
tanggal 15 September 2013 (bertepatan dengan 9 Dzulqo'dah 1434 H).
Sehingga dengan demikian beliau wafat tatkala berumur 40 tahun lebih
sekitar 7 bulan (menurut kalender masehi) atau berumur 41 tahun lebih sekitar 11 bulan (menurut kalender Hijriyah)
Jika kita menjadikan mimpi sebagai dalil
maka melazimkan Nabi telah salah atau berdusta dalam mimpi tersebut...
karena pengkhabaran Nabi menyelisihi kenyataan.
Habib Munzir Menolak Malaikat 'Izroil
Akan tetapi ada yang sangat
menarik perhatian saya dari perkataan Habib Munzir berikut dalam
mimpinya ((Lalu malaikat Izrail as menggenggamku dari belakang, ia
memegang dua pundakku, terasa seluruh uratku sudah digenggamannya,
seraya berkata : mari… kuantar kau masuk.. mari…
Maka kutepis tangannya, dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka Rasul saw memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..Aku terbangun…))
Ini adalah mimpi yang aneh, karena kita
ketahui bersama bahwasanya malaikat Izrail bukan berada dibawah perintah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena kenyataannya jika malaikat
maut menjemput Khadijah istri Nabi, atau anak-anak beliau, atau
sahabat-sahabat beliau, atau paman beliau, maka Nabi tidak bisa menolak
tugas malaikat maut tersebut untuk mencabut nyawa mereka. Karenanya
Nabipun bersedih dengan wafatnya Khodijah, demikian juga pamannya
Hamzah, serta putra beliau Ibrahim, akan tetapi Nabi tidak kuasa untuk
mengatur malaikat maut (atau yang disebut Izrail). Akan tetapi namanya
mimpi memang sering aneh-aneh dan tidak bisa disamakan dengan kenyataan.
Lebih anehnya lagi, Habib Munzir mengaku
melihat dan menolak malaikat Izrail yang hendak mencabut nyawanya dalam
keadaan terjaga. Seakan-akan Habib Munzir ingin membuktikan kebenaran
mimpinya tersebut. Perhatikan perkataan Habib Munzir ((Maka kutepis tangannya, dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka Rasul saw memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..Aku terbangun…
Semalam ketika aku rebah dalam kegelapan kulihat dua tamu bertubuh cahaya, namun wajahnya tidak bertentuk kecuali hanya cahaya, ia memperkenalkan bahwa ia adalah Izrail as..
Kukatakan
padanya : belum… belum.. aku masih ingin bakti pada guru muliaku..
pergilah dulu, maka ia pun menghilang raib begitu saja)), demikian perkataan Habib Munzir…
Sungguh ini merupakan karomah yang luar biasa dari sisi :
- Dalam keadaan terjaga Habib
Munzir bertemu malaikat yang bercahaya. Yang ternyata malaikat tersebut
adalah Izrail. Karomah ini tidak pernah dialami oleh Abu Bakar, Umar bin
Al-Khottob, Utsman bin 'Affaan, dan Ali bin Abi Tholib
- Habib Munzir bisa menolak malaikat Izra'il yang hendak mencabut nyawanya…., sungguh karomah yang luar biasa yang mengalahkan para sahabat??!!
Para ulama telah membahas apakah mungkin
manusia bisa bertemu denga malaikat dengan rupa aslinya (berupa
cahaya)??. Karena dalil-dalil yang ada dalam al-Qur'an tatkala para Nabi
bertemu hanya bertemu dengan para malaikat tatkala malaikat menjelma
seperti manusia, bukan dalam bentuk bercahaya. Bahkan tatkala para
malaikat bertemu dengan Nabi Ibrahim (dalam bentuk manusia sebagai tamu
Nabi Ibrahim), sampai-sampai Nabi Ibrahim tidak mengetahui kalau mereka
itu malaikat. Nabi Ibrahim menyangka mereka manusia biasa, sampai-sampai
beliau menghidangkan makanan buat para malaikat tersebut.
Allah berfirman :
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ
ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ (٢٤)إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا
سَلامًا قَالَ سَلامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ (٢٥)فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ
فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (٢٦)فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا
تَأْكُلُونَ (٢٧)فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لا تَخَفْ
وَبَشَّرُوهُ بِغُلامٍ عَلِيمٍ (٢٨)فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ
فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ (٢٩)قَالُوا كَذَلِكَ قَالَ
رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (٣٠)قَالَ فَمَا خَطْبُكُمْ
أَيُّهَا الْمُرْسَلُونَ (٣١)قَالُوا إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمٍ
مُجْرِمِينَ (٣٢)لِنُرْسِلَ عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ طِينٍ
(٣٣)مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُسْرِفِينَ (٣٤)
"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad)
cerita tentang tamu Ibrahim (Yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan?.
(ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal."
Maka dia (Ibrahim) pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian
dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka.
Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda makan." (Tetapi mereka tidak mau
makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. mereka berkata:
"Janganlah kamu takut", dan mereka memberi kabar gembira kepadanya
dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Kemudian isterinya
datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku
adalah) seorang perempuan tua yang mandul". Mereka berkata: "Demikianlah
Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha
mengetahui. Ibrahim bertanya: "Apakah urusanmu Hai Para utusan?".
Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami diutus kepada kaum yang berdosa
(kaum Luth), agar Kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah, yang
ditandai di sisi Tuhanmu untuk membinasakan orang-orang yang melampaui
batas" (QS Adz-Dzaariyaat : 24-34)
Demikian juga tatkala Jibril bertemu dengan Maryam 'alaihas salaam, Allah berfirman :
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
Maka ia (Maryam) Mengadakan tabir
(yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril)
kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang
sempurna" (QS Maryam : 17)
Demikian juga para sahabat telah melihat
malaikat Jibril tatkala malaikat Jibril 'alaihis Salam datang menemui
Nabi dalam bentuk manusia. Akan tetapi saya belum menemukan riwayat yang
shahih bahwasanya ada seorang sahabat yang bertemu malaikat dalam
bentuk cahaya, bentuk aslinya !!! Seluruh riwayat-riwayat tentang para
sahabat yang melihat malaikat semuanya tatkala malaikat dalam bentuk
manusia, dan juga para sahabat semuanya menyangka bahwa para malaikat
tersebut hanyalah manusia biasa.
Adapun melihat malaikat dalam
bentuk aslinya (bercahaya) maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam –yang merupakan manusia termulia, dan juga diberikan kekuatan
ruhani- namun tatkala melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya maka
Nabi mengalami ketakutan yang sangat luar biasa. Itupun Nabi hanya
melihat Jibril dalam rupa aslinya dua kali.
Hal ini dikarenakan Allah tidak
menciptakan kekuatan pada manusia untuk mampu melihat malaikat dalam
rupa aslinya. Karenanya tatkala kaum musyrikin meminta agar diutus rasul
dari malaikat maka Allah tidak memenuhi permintaan mereka. Allah
berfirman :
وَمَا مَنَعَ النَّاسَ
أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ
اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا (٩٤)قُلْ لَوْ كَانَ فِي الأرْضِ مَلائِكَةٌ
يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا
رَسُولا (٩٥)
"Dan tidak ada sesuatu yang
menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya,
kecuali Perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi
rasuI?" Katakanlah: "Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang
berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari
langit kepada mereka seorang Malaikat menjadi Rasul" (Al-Isroo' 94-95)
Akan tetapi kaum musyrikin akan bertemu
dengan malaikat tatkala adzab akan menimpa mereka atau tatkala kematian
menjemput mereka. Allah berfirman :
يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلائِكَةَ لا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَحْجُورًا
"Pada hari mereka melihat malaikat
(yaitu di hari kematian mereka-pen) dihari itu tidak ada kabar gembira
bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: "Hijraan mahjuuraa" (QS Al-Furqon : 22)
Intiny…apakah yang dilihatnya oleh Habib
Munzir Nabi atau bukan?? Apakah benar ia bertemu dengan malaikat??,
Jika benar, lantas apakah tubuh yang bercahaya tersebut benar-benar
malaikat?? Benarkah ia bisa menolak malaikat maut ('Izroil) ??.
Bagaimanapun juga akhirnya tatkala malaikat 'Izroil mendatangi Habib Munzir di kamar mandi maka Habib Munzir tidak bisa lagi menolaknya. Wallahu A'lam.
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 22-11-1434 H / 28 September 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
إرسال تعليق