Sebagaimana disebutkan sebelumnya,
sikap toleransi yang wajib diperlihatkan kaum Muslimin terhadap
orang-orang ahli kitab telah terbukti sepanjang sejarah Islam. Selama
berabad-abad, umat Islam memperlakukan kaum Yahudi dengan sangat
bersahabat dan mereka menyambut persahabatan ini dengan kesetiaan.
Namun, hal yang telah merusak keadaan ini adalah Zionisme.
Zionisme muncul pada abad ke-19. Dua hal
yang menjadi ciri menonjol Eropa abad ke-19, yakni rasisme dan
kolonialisme, telah pula berpengaruh pada Zionisme. Ciri utama lain dari
Zionisme adalah bahwa Zionisme adalah ideologi yang jauh dari agama.
Orang-orang Yahudi, yang merupakan para mentor ideologis utama dari
Zionisme, memiliki keimanan yang lemah terhadap agama mereka. Bahkan,
kebanyakan dari mereka adalah ateis. Mereka menganggap agama Yahudi
bukan sebagai sebuah agama, tapi sebagai nama suatu ras. Mereka meyakini
bahwa masyarakat Yahudi mewakili suatu ras tersendiri dan terpisah dari
bangsa-bangsa Eropa. Dan, karenanya, mustahil bagi orang Yahudi untuk
hidup bersama mereka, sehingga bangsa Yahudi memerlukan tanah air
tersendiri bagi mereka.
Hingga saat kemunculan Zionisme di Timur
Tengah, ideologi ini tidak mendatangkan apapun selain pertikaian dan
penderitaan. Dalam masa di antara dua perang dunia, berbagai kelompok
teroris Zionis melakukan serangan berdarah terhadap masyarakat Arab dan
Inggris. Di tahun 1948, menyusul didirikannya negara Israel, strategi
perluasan wilayah Zionisme telah menyeret keseluruhan Timur Tengah ke
dalam kekacauan.
Titik awal dari Zionisme yang melakukan
segala kebiadaban ini bukanlah agama Yahudi, tetapi Darwinisme Sosial,
sebuah ideologi rasis dan kolonialis yang merupakan warisan dari abad
ke-19. Darwinisme Sosial meyakini adanya perjuangan atau peperangan yang
terus-menerus di antara masyarakat manusia. Dengan mengindoktrinasikan
ke dalam otak mereka pemikiran “yang kuat akan menang dan yang lemah
pasti terkalahkan”, ideologi ini telah menyeret bangsa Jerman kepada
Nazisme, sebagaimana orang-orang Yahudi kepada Zionisme.
Kini, banyak kaum Yahudi agamis, yang
menentang Zionisme, mengemukakan kenyataan ini. Sebagian dari para
Yahudi taat ini bahkan tidak mengakui Israel sebagai negara yang sah
dan, oleh karenanya, menolak untuk mengakuinya. Negarawan Israel Amnon
Rubinstein mengatakan: “Zionisme adalah sebuah pemberontakan melawan tanah air (Yahudi) mereka dan sinagog para Pendeta Yahudi”. (Amnon Rubinstein, The Zionist Dream Revisited, hlm. 19)
Pendeta Yahudi, Forsythe, mengungkapkan
bahwa sejak abad ke-19, umat Yahudi telah semakin jauh dari agama dan
perasaan takut kepada Tuhan. Kenyataan inilah yang pada akhirnya
menimpakan hukuman dalam bentuk tindakan kejam Hitler (kepada mereka),
dan kejadian ini merupakan seruan kepada kaum Yahudi agar lebih mentaati
agama mereka. Pendeta Forsythe menyatakan bahwa kekejaman dan kerusakan
di bumi adalah perbuatan yang dilakukan oleh Amalek (Amalek dalam
bahasa Taurat berarti orang-orang yang ingkar kepada Tuhan), dan
menambahkan: “Pemeluk Yahudi wajib mengingkari inti dari Amalek,
yakni pembangkangan, meninggalkan Taurat dan keingkaran pada Tuhan,
kebejatan, amoral, kebiadaban, ketiadaan tata krama atau etika,
ketiadaan wewenang dan hukum.” (Rabbi Forsythe, A Torah Insight Into The Holocaust, http://www.shemayisrael.com/rabbiforsythe/holocaust.)
Zionisme, yang tindakannya bertentangan
dengan ajaran Taurat, pada kenyataannya adalah suatu bentuk fasisme, dan
fasisme tumbuh dan berakar pada keingkaran terhadap agama, dan bukan
dari agama itu sendiri. Karenanya, yang sebenarnya bertanggung jawab
atas pertumpahan darah di Timur Tengah bukanlah agama Yahudi, melainkan
Zionisme, sebuah ideologi fasis yang tidak berkaitan sama sekali dengan
agama.
Akan tetapi, sebagaimana yang terjadi
pada bentuk-bentuk fasisme yang lain, Zionisme juga berupaya untuk
menggunakan agama sebagai alat untuk meraih tujuannya.
PENAFSIRAN TAURAT YANG KELIRU OLEH KAUM ZIONIS
Taurat adalah kitab Allah yang diturunkan
kepada Nabi Musa. Allah mengatakan dalam Alquran: “Sesungguhnya Kami
telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi),…” (QS. Al-Maa-idah, 5:44). Sebagaimana pula dinyatakan
dalam Alquran, isi Taurat di kemudian hari telah dirubah dengan
penambahan perkataan manusia. Itulah mengapa di zaman sekarang telah
dijumpai “Taurat yang telah dirubah”.
Namun, pengkajian terhadap Taurat
mengungkap keberadaan inti ajaran-ajaran Agama yang benar di dalam Kitab
yang pernah diturunkan ini. Banyak ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh
Agama yang benar seperti keimanan kepada Allah, penyerahan diri
kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, takut kepada Allah, mencintai Allah,
keadilan, cinta, kasih sayang, menentang kebiadaban dan kedzaliman
tertulis dalam Taurat dan bagian-bagian lain dari Kitab Perjanjian Lama.
Selain itu, peperangan yang terjadi
sepanjang sejarah dan pembantaian yang terjadi ini dikisahkan dalam
Taurat. Jika seseorang berniat untuk mendapatkan dalil – meskipun dengan
cara membelokkan fakta-fakta yang ada – untuk membenarkan tindakan
keji, pembantaian dan pembunuhan, ia dapat dengan mudah mengambil
bagian-bagian ini dalam Taurat sebagai rujukan untuk kepentingan
pribadinya. Zionisme menempuh cara ini untuk membenarkan tindakan
terorismenya, yang sebenarnya adalah terorisme fasis, dan ia sangat
berhasil. Sebagai contoh, Zionisme telah menggunakan bagian-bagian yang
berhubungan dengan peperangan dan pembantaian dalam Taurat untuk
melegitimasi pembantaian yang dilakukannya terhadap warga Palestina tak
berdosa. Ini adalah penafsiran yang tidak benar. Zionisme menggunakan
agama sebagai alat untuk membenarkan ideologi fasis dan rasisnya.
Sungguh, banyak orang-orang Yahudi taat
yang menentang penggunaan bagian-bagian Taurat ini sebagai dalil yang
membenarkan pembantaian yang dilakukan terhadap warga Palestina sebagai
tindakan yang benar. The Neturie Karta, sebuah organisasi Yahudi
Ortodoks anti Zionis, menyatakan bahwa, nyatanya, “menurut Taurat, umat Yahudi tidak diizinkan untuk menumpahkan darah, mengganggu, menghina atau menjajah bangsa lain”.
Mereka menekankan lebih jauh bahwa, “para politikus Zionis dan
rekan-rekan mereka tidak berbicara untuk kepentingan masyarakat Yahudi,
nama Israel telah dicuri oleh mereka”. (Rabbi E. Schwartz, Advertisement
by Neturei Karta in New York Times, 18 Mei 1993)
Dengan menjalankan kebijakan biadab
pendudukan atas Palestina di Timur Tengah dengan berkedok “agama
Yahudi”, Zionisme sebenarnya malah membahayakan agama Yahudi dan
masyarakat Yahudi di seluruh dunia, dan menjadikan warga Israel atau
Yahudi diaspora sebagai sasaran orang-orang yang ingin membalas terhadap
Zionisme.(Baca juga : Antek Israel Ada di Mana-Mana)
Posting Komentar