Adam Khan bertanya:
Saya bekerja sebagai insinyur
mesin.
Pertama,
saya ingin menyampaikan ucapan
selamat saya atas presentasi yang sangat menarik yang telah anda sampaikan.
Sekarang, pertanyaan saya adalah, zat ‘air’ memiliki nama-nama sebutan yang
berbeda-beda dalam beragam bahasa. Seperti di dalam bahasa Inggeris, air disebut
dengan ‘water’, dalam bahasa India disebut dengan ‘panil’, dalam bahasa Tamil
disebut dengan ‘tanni’. Demikian juga dengan Tuhan, jika Ia boleh disebut dengan ‘Ram’ atau ‘Yesus’, bukanlah
sebenarnya Ia adalah satu dan sama saja?
Dr.Zakir Naik menjawab:
Saudaraku , tadi telah mengajukan
satu pertanyaan yakni bila air memiliki banyak sebutan dalam beragam bahasa
seperti ‘water’ dalam bahasa Inggeris, ‘pani’ dalam bahasa India, ‘tanni’ dalam
bahasa Tamil. Demikian pula dengan Tuhan yang satu, tidak bolehkah kita
menyebutnya ‘Ram’ atau ‘Yesus’, dan sebagainya? Telah saya sampaikan dalam
pembicaraan saya, bahwa Al-Qur’anul Karim di dalam surah Isra’, surah ke-17,
ayat 110, menyebutkan: “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman,
dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asmaul husna (nama-nama
yang terbaik)…”
Anda boleh menyebut Allah SWT dengan nama apapun asalkan
itu nama yang indah dan nama itu tidak membentuk suatu gambaran mental. Nama
tersebut juga harus mengandung kualiti-kualiti sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pesan wahyu yang sama diungkap di dalam surah Thaha, surah ke-20, ayat 8, dan
surah Al-A’raf, surah ke-7, ayat 180 demikian pula dalam surah Al-Hashr, surah
ke-59, ayat 24, yang berbunyi, “…Dia mempunyai al-asmaul husna (nama-nama yang
baik)”. Anda boleh memanggil Allah
dengan sebutan apa saja, namun sebutan tersebut tidak boleh memunculkan suatu
bayang-bayang mental.
Terkait dengan pertanyaan anda
bahwa air (water) boleh disebut dengan
sebutan yang berbeda-beda dalam beragam bahasa. Seperti termaktub di dalam
surah Al-Anbiya’, surah ke-21, ayat 30. Dalam bahasa Sansekerta disebut dengan
‘apah’, seperti termuat di dalam Bhagwat Gita. Pasal ke-7, ayat ke-4. Dalam
Shudh India, ia disebut dengan ‘jal’, dalam bahasa Gujarat, air disebut dengan
‘jal’ atau ‘pani’. Dalam bahasa Marathi, ia disebut dengan ‘pani’, sebagaimana
termuat di dalam kitab Kannad, dalam bahasa Telugu, air disebut dengan ‘nir’,
dan dalam bahasa Malayalam, air disebut dengan ‘vellum’. Tentu tidak akan ada
keberatan jika anda menyebutnya ‘air’ dalam bahasa apapun sejauh memang apa
yang disebutkan itu adalah air, apa yang disebutkan itu mestilah air dan bukan
zat yang lain selain air.
Misalnya, andaikan ada seseorang
yang mendatangi saya dan berkata, “saya dinasehati oleh teman saya agar setiap
pagi hari saya minum segelas ‘pani’ (air)”. Saya tahu kerana arti ‘pani’ adalah
air, namun ia (orang itu) lalu melanjutkan kalimatnya, “sewaktu saya minum
segelas ‘pani’, saya merasa ingin muntah. Lalu saya tanya dia, mengapa dia
merasa seperti ingin muntah? Air itu berwarna kekuning-kuningan.
Akhirnya, saya baru menyadari
bahwa apa yang ia bicarakan bukanlah ‘pani’ (air) melainkan ‘urine’ (air
kencing). Padahal ada seseorang yang mengatakan kepadanya bahwa ia harus
meminum segelas ‘urine’, akan tetapi nama air tersebut malah disebut ‘pani’
(air biasa). Anda boleh menyebut air
tersebut dengan kata ‘pani’, ‘tanni’, ‘apah’. Semuanya tiada masalah asalkan itu
tetap merujuk kepada air (pani).
Anda boleh menyebut zat air
tersebut dengan nama apapun asalkan tetap merujuk kepada zat tersebut atau dan
di luar zat air tersebut, Anda tidak bleh
menyebutnya air atau ‘pani’, ‘tanni’, atau ‘moya’. Anda boleh menyebutnya air jika memang itu air minum,
anda tidak boleh menyebutnya air jika memang itu bukan air. Orang akan
menganggapnya sebagai sebuah contoh yang tidak logis. Bahkan orang yang bodoh
sekalipun mestilah dia boleh membedakan antara urine (air kencing) dan air.
Saya sepakat dengannya bahwa orang yang bodoh sekalipun pasti masih boleh membedakan antara air kencing (urine) dan
air. Demikian pula halnya dengan mereka yang memahami konsep yang benar tentang
Ketuhanan Yang Maha Kuasa.
Mereka mengatakan bahwa orang-orang menyembah kepada Tuhan yang palsu. Jika Dia
bukan Tuhan yang sejati, maka anda akan memberikan nama/gelaran ketuhanan
tersebut kepada pihak yang keliru/salah. Apakah mereka tidak boleh membedakan antara Tuhan yang sejati dengan
Tuhan yang palsu? Jika Dia merupakan Tuhan yang sejati, silakan anda
menyematkan nama/gelaran untuk-Nya. Jika Dia bukan, maka Anda akan memberikan
nama/gelar ketuhanan tersebut kepada pihak yang keliru/salah, apakah ini bukan
berarti bahwa mereka berlaku bodoh? Mereka telah berlaku bodoh.
Contoh lain.Seandainya anda ada
keinginan untuk membeli emas, lalu ada seseorang yang mendatangi anda, dan
mengatakan bahwa ia ingin menjual perhiasan emasnya kepada anda. Lalu ia
mengatakan bahwa perhiasan emas yang akan dijualnya kepada anda tersebut
bernilai 24 karat. Anda tahu arti kata ‘sona’ yang ada dalam bahasa India
berarti emas. Dalam bahasa Arab, kata ‘emas’ disebut dengan kata ‘zahabun’.
Anda faham hal itu.
Kemudian, setelah anda mengetahui
bahwa arti kata ‘sona’ yang ada dalam bahasa India itu berarti emas, tentu anda
tidak akan serta-merta langsung membeli perhiasan emas tersebut. Anda tentu
akan memeriksa perhiasan emas tersebut terlebih dahulu yang tadi disebutkan
bernilai 24 karat. Apakah benar perhiasan emas tersebut nilainya 24 karat atau
tidak? Tentu anda tidak akan langsung membelinya. Apa yang anda akan lakukan?
Tentu anda pergi kepada si pandai emas, dan anda meminta si pandai emas
tersebut untuk memeriksa apakah perhiasan emas tersebut benar bernilai 24 karat
atau tidak.
Dan setelah dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan batu atau alat ujinya, lalu si pandai emas itu misalnya
mengatakan kepada anda bahwa perhiasan emas tersebut palsu. Walaupun perhiasan
itu menampakkan kekilauannya, namun tidak semua yang menampakkan kekilauannya
itu adalah emas. Tentu anda akan melakukan pemeriksaan barang (emas) sebelum
anda melakukan transaksi, untuk membuktikan apakah itu benar-benar emas atau
bukan? Kerana, berikutnya, anda harus membayar sejumlah wang untuk itu.
Anda tahu bahwa tentu anda tidak
ingin mengalami kerugian, baik itu senilai seribu rupee atau sepuluh ribu
rupee. Jumlah wang seperti itu adalah termasuk jumlah uang yang cukup besar.
Lalu, mengapa anda tidak melakukan hal sama tatkala ada orang lain yang mengatakan,
“Inilah Tuhan”.
Anda perlu memeriksanya dengan
menggunakan batu uji. Apa yang dimaksud dengan batu uji?
Yaitu surah Al-Ikhlas, surah
ke-112, ayat 1 hingga 4 yang berbunyi:
“Katakanlah: Dialah Allah, Yang
Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seseorang pun yang
setara dengan Dia”.
Jadi, jika ada seseorang yang
mengatakan, “Inilah Tuhan”, maka anda perlu memeriksanya dengan menggunakan
batu uji untuk membuktikan apakah benar Ia memang Tuhan atau bukan? Bila Dia
cocok dengan definisi tersebut, maka kami (kaum Muslimin) sama sekali tidak
akan keberatan untuk menerima makhluk manusia tersebut sebagai Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Misalnya,andaikan ada seseorang
yang tidak sehat fikirannya (lunatic) mengatakan, Nabi Muhammad SAW sebagai
Tuhan Yang Maha Kuasa. Anda tahu bahwa kami (orang-orang Muslim) sangat
mencintai Nabi Muhammad SAW. Kami mencintainya, kami bersedia melakukan apa
saja untuknya. Kami sangat menghormatinya. Bahkan orang-orang non-Muslim,
seperti Michael H Hart. Yang menulis sebuah buku yang berjudul ‘100 Orang Yang
Paling Berpengaruh Di Dunia” menempatkan nabi penutup dan terakhir ini, yakni
Nabi Muhammad SAW, sebagai tokoh utama di peringkat pertama. Walaupun demikian,
kami mempunyai batu uji ketuhanan, yaitu surah Al-Ikhlas. Meskipun kami sangat
menghormati-nya di antara semua manusia, jika persoalannya adalah untuk membuktikan
apakah benar ia (Muhammad) boleh dikatakan Tuhan? Kami mengujinya dengan batu uji surah
Al-Ikhlas.
Pertama,apakah nabi Muhammad itu
Esa dan satu-satunya? Allah telah mengutus beberapa orang rasul, beliau
bukanlah satu-satunya rasul yang diutus. Kami sepakat bahwa beliau adalah
seorang nabi dan rasul penutup dan yang terakhir. Namun, Al-Qur’an mengatakan
bahwa kami harus beriman kepada semua nabi dan rasul. Jangan membeda-bedakan
dalam beriman kepada setiap nabi dan rasul. Hal yang kedua adalah, kami tahu
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pribadi yang besar.
Namun beliau tidaklah bersifat
absolut, abadi dan bukanlah tempat bergantungnya segala sesuatu. Dia bekerja
keras. Dalam biografinya diceritakan seringkali nabi SAW dilempari batu.
Kemudian, ia berdoa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Nabi Muhammad tidak
bersifat absolut dan abadi.
Pengujian yang ketiga adalah:
“Dan Ia tidak beranak dan tidak
diperanakkan”. Kita tahu bahwa nabi dilahirkan di Mekkah. Dia memiliki seorang
bapak dan seorang ibu, yaitu Abdullah dan Aminah. Ia memiliki kedua orang tua,
beliau juga memiliki keturunan (anak-anak), yaitu Fatimah (semoga Allah
merahmatinya), Ibrahim (semoga Allah merahmatinya).
Jadi,beliau tentulah bukan Allah
SWT. Tidak ada seorang Muslim sejati yang akan mengatakan bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak akan ada! Anda tahu mengapa? Kerana
Allah telah menerangkan perkara itu yaitu di dalam fondasi keimanan Islam yang
dikenal dengan ‘syahadatain’:
“Tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
SAW adalah rasul utusan Allah”.
Kami mengucapkan kalimat
kesaksian ini minimum lima kali sehari,
pada saat adzan, pada saat iqamah yang dikumandangkan sebelum sholat. Kami
selalu mengikrarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW
adalah rasul utusan Allah. Beliau adalah pesuruh Allah. Tidak ada seorangpun
yang kerana sedemikian cintanya anda kepadanya, lalu anda sejajarkan dia dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa. Siapapun peribadi yang anda sebutkan itu sebagai Tuhan,
anda perlu menggunakan batu uji ketuhanan ini, apakah pribadi yang anda cintai
itu adalah Yesus Kristus, atau Buddha, atau Mahavir, gunakanlah batu uji
ketuhanan tersebut. Saya sudah jelaskan kepada Anda tentang batu uji ketuhanan
tersebut. Pada hari penghakimam nanti, saya dapat memberikan kesaksian kepada
Allah SWT bahwa saya telah menjelaskan kepada ribuan orang yang hadir di sini
tentang begaimana menerapkan batu uji ketuhanan tersebut. Sekarang silakananda
terapkan formula batu uji ketuhanan tersebut kepada Tuhan yang anda sembah. Jika Tuhan anda itu mampu
melewati batu uji teologi tersebut, saya setuju untuk mengakuinya sebagai Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Namun, jika Tuhan yang anda
sembah tersebut tidak mampu melampaui batu uji ketuhanan tadi, maka anda sama
sekali tidak boleh menyebut dan
mengakuinya sebagai Tuhan. Saya berharap penjelasan saya ini telah menjawab
pertanyaan tadi.
أزال أحد مشرفي المدونة هذا التعليق.
ردحذفإرسال تعليق