SYIAH, fenomena agama yang tumbuh
besar di Iran, selama ini kita kenal dalam perspektif sejarah versi Islam,
bahwasanya ia lahir tak terlepas dari kontribusi Abdullah bin Saba. Perspektif
Saba yang diidentifikasi sebagai Yahudi yang menyamar sebagai muslim kemudian
membuat kekacauan dari dalam, umum kita dengar dalam ceramah-artikel tentang
sejarah lahirnya Syiah.
Sementara banyak dari kita yang
lupa atau tidak memahami keterkaitan Persia yang begitu intensif terlibat dalam
lahirnya beragam pemikiran dan doktrin di dalam syiah itu sendiri. Sebelum
memperbincangkan syiah, marilah kita kenal lebih dulu tentang Persia, sebuah
imperium digdaya yang telah berusia 1000 tahun namun runtuh dan lenyap dari
muka bumi hanya dalam 10 tahun setelah wafatnya Rasulullah Saw.
Semasa hidup Nabi Saw, telah
disampaikan surat seruan pada tiga raja untuk masuk Islam. Pertama raja Mesir
merespon dengan mengirim hadiah pada Nabi. Kedua raja Romawi Timur, Bizantium
yang beribukota Konstantinopel, merespon sekedarnya. Adapun surat ketiga pada
kaisar Persia, ia merobok-robek surat Nabi karena merasa terhina, Islam-Arab
yang baru lahir dengan wilayah kecil namun lancang memaksa pemimpin negara
adidaya Persia untuk masuk Islam. Mendengar surat tercabik, Nabi Saw lantas
berujar, kerajaan Persia juga akan tercabik-cabik sebagaimana ia merobek
suratku.
Sepeninggal Nabi Saw, Abu Bakar
ashShidiq ra memimpin selama 2 tahun, Persia mulai mengganggu wilayah
perbatasan kedaulatan muslimin. Abu Bakar lantas mengirimkan Khalid bin Walid
ra (salah satu sahabat korban caci maki Syiah) menjawab tantangan Persia.
Panglima perang Khalid yang
mendapat gelar syaifullah (pedang Allah) oleh Nabi Saw ini berhasil mengalahkan
setiap pertempuran dengan pasukan kekaisaran Persia yang jumlahnya selalu lebih
banyak dari muslim. Lebih 100.000 tentara Persia tewas akibat bentrok dengan
pasukan Khalid. Artinya lebih 50.000 istri dan anak dari tentara Persia yang
tewas, bersedih, marah dan dendam pada Khalid.
Belum selesai Persia tumbang,
Khalid dipindah ke medan Syiria menghadapi pasukan besar bizantium yang juga
takluk di bawah kilatan pedang Khalid bin Walid. Khalifah Abu Bakar wafat
digantikan Umar bin Khathab ra selaku khalifah. Umar menunjuk Saad bin Abi
Waqqash ra dalam perang penentuan yang menghancurkan Persia selama-lamanya.
Umar wafat ditusuk belati beracun
saat memimpin sholat oleh Abu Lulu. Abu Lulu, majusi yang berpura-pura masuk
Islam, menyimpan dendam pada Umar yang pada masa kepemimpinannya membuat
imperium Persia berusia 1000 tahun lenyap dari muka bumi. Abu Lulu kini menjadi
pahlawan umat Syiah (harusnya pahlawan Persia), dan makamnya sangat dihormati.
Inilah salah satu koneksinya Syiah-Persia.
Jadi sebab utama Umar dicaci maki
Syiah adalah karena dosa Umar menghancurkan Persia. Adapun kesalahan-kesalahan
Umar terhadap Nabi dan Ali ra. yang dikemukakan Syiah hanya rekayasa untuk
memperkuat doktrin dosa besar atau kafirnya Umar versi Syiah.
Persia dengan agama Majusi dan
kitab Zoroaster telah melekat ratusan tahun pada jutaan penduduknya. Tentu saja
menyisakan pengikut fanatik yang menyimpan dendam teradap Islam, Arab dan
tokoh-tokohnya. Salah satu kultur agama Persia yakni memposisikan kaisar dan
keturunannya
sebagai dewa atau tuhan. Hal
serupa yang kita temukan pada agama Syiah, bukanlah suatu kebetulan, namun
hasil kristalisasi antara pendukung Ali (syiah) dan pembenci Arab (Persia).
Mari kita simak bagaimana proses
penyatuan Syiah dan Persia. Kaisar terakhir Persia, Yazdajir, yang terbunuh
saat melarikan diri ke arah Afghanistan, menyisakan putri bernama Syahrbanu
(versli lain Ghazalah) yang ditawan pasukan muslimin. Putri Kaisar ini lalu
diberikan kepada Husain bin Ali ra, cucu Rasulullah Saw. Putri turunan dari
dewanya Persia ini kemudian dinikahi Husain.
Pasangan ini kemudian melahirkan
Ali bin Husain yang sangat terkenal sebagai Zainal Abidin, ahli ibadah si ahli
sujud. Dari Zainal Abidin dan keturunan inilah kemudian dimulai sejarah
imam-imam besar Syiah yang sangat diagungkan bahkan melebihi Nabi, sebagaimana
mereka dahulu mendewakan kaisar mereka.
Kita bisa melihat kesamaan model
kultur pada sebagian masyarakat Jawa Muslim dimana sebagian masih
mempertahankan adat istiadat kejawen dan sejenisnya. Apalagi kerajaan mendunia
sekelas Persia yang memiliki kultur fanatik dan mitos-mitos yang melekat di
hati. Hal ini berbeda dengan Bizantium yang materialistis sehingga takluknya
Konstantinopel tidak menyisakan sisa-sisa kultur fanatik keagamaan seperti
Persia.
Syiah pada awalnya sangat sedikit
dan lemah. Pascapembantaian Karbala yang melahirkan dramatisasi emosional
pembantaian Husain bin Ali suami dari putri dewa, melahirkan ratapan dan
kesedihan mendalam seluruh umat Islam. Peristiwa Karbala terjadi karena
pengkhianatan syiah sendiri, mereka mengundang Husain, saat Husain ditengah
jalan lalu mereka batalkan sendiri undangan tersebut karena takut mati.
Dimana pembelaan syiah terhadap
panutannya ? Seluruh tabiin berusaha mencegah Husain ke Kufah hingga berita
wafatnya Husain datang membawa kesedihan pada seluruh umat Islam. Sisa-sisa
syiah dalam jumlah kecil yang membenci kekhalifahan Umayah bertemu dengan
sisa-sisa Persia yang membenci Arab / Islam kemudian mengkristal dalam
pemahaman dan kultur dalam satu simbol, Syiah.
Pada abad 11 Masehi, masa-masa
Perang Salib dan sebelumnya, Dinasti Fatimiyah di Mesir menetapkan Syiah
sebagai agama resmi, dan secara formal telah menetapkan kewajiban mencaci-maki
para sahabat dan istri Nabi dalam setiap khutbah Jumat dan ceramah. Bersyukur,
Shalahuddin alAyyubi menaklukkan Mesir di abad ke-12, mengembalikan Islam
sebagai agama negara dan menghapus doktrin caci maki sahabat pada khutbah dan
ceramah Syiah.
Pada abad ke 15 Masehi berdirilah
dinasti Safawi di Persia yang kuat dengan Syiah sebagai agama negara.
Setidaknya Kekhalifahan Utsmaniyah berhasil membendung Safawi dari upaya
menguasai Timur Tengah. Era Safawi inilah yang menjadi landasan kokoh
terbentuknya Iran modern dengan Syiah sebagai agamanya.
Kultur ibadah terwariskan
turun-temurun mendewakan keturunan Husain-Syahrbanu, sehingga beriman kepada
imam-imamnya menjadi salah satu rukun syahadat wajib. Memosisikan imamnya
sebagai sosok yang ma’shum (tidak pernah berdosa atau bersalah). Dan menetapkan
kafir bagi yang tidak beriman kepada imam-imam Syiah Persia.
Kini Iran dengan jutaan umat
Syiah telah memiliki tempat suci sendiri di Karbala yang mereka tetapkan
sebagai tandingan Ka’bah versi Syiah. Dalam setiap khutbah dan cerama di Iran
sebagaimana biasa, wajib untuk mencaci maki sahabat dan istri tercinta Nabi,
Siti Aisyah ra yang pernah berkonflik dengan Ali bin Abi Thalib ra. dalam
Peristiwa Jamal karena fitnah dan kesalahpahaman.
Selain punya Ka’bah sendiri,
Syiah pun memiliki ‘Qur’an’ sendiri versi mereka. Inilah warisan dari sisa-sisa
Persia yang masih memiliki kebanggaan sebagai penduduk dari kerajaan imperium
besar yang pernah berjaya di seluruh dunia. Sisa-sisa Persia yang menggunakan
Syiah sebagai topeng dan doktrin ajaran Islam yang dileburkan dengan
Majusi-Zoroaster, lahirlah Syiah. []
Penulis : Nugra Fatah
إرسال تعليق