PERUSAHAAN ROKOK INTERNASIONAL LEMAHKAN FATWA HARAM ROKOK




SIAPA sangka, bahwa Islam menjadi garda terdepan dalam perang melawan hegemoni perusahaan rokok Internasional.

Setidaknya begitulah hasil investigasi The Guardian, sebuah media dari Inggris, mengenai rencana para pengusaha tembakau untuk melemahkan fatwa haram komoditas hisap ini.Dalam sebuah artikel yang dirilis pada Senin (20/04/2015), The Guardian menyatakan bahwa dunia industri tembakau merasa terancam dengan ajaran Islam karena mendukung larangan merokok.

Data dari arsip industri tembakau di tahun 1996 menunjukkan perhatian serius dari British American Tobaco (BAT) atas larangan syar’i terkait rokok.BAT selaku perusahaan tembakau multinasional bahkan mengisyaratkan, jika larangan syar’i atas rokok ini dibiarkan, maka industri tembakau harus mempersiapkan diri untuk “bertarung melawan badai”.

BAT dan perusahaan rokok lainnya yang kehilangan pangsa pasar di beberapa negara akibat pelarangan rokok, terpaksa mengubah strategi dengan menyasar negara-negara seperti Indonesia, Mesir dan Bangladesh, dimana para pemudanya gemar merokok.

Muslim Anti Rokok, Muslim Fundamentalis
Pada tahun 1985. salah satu perusahaan tembakau terbesar, Philips Morris, dalam sebuah dokumen menyatakan “kemarahan”nya atas dukungan WHO kepada para pemimpin muslim yang aktif mengampanyekan anti rokok.

“Perkembangan ideologi ini (Islam) menjadi ancaman bagi bagi bisnis kami akibat campur tangan WHO, Badan PBB ini bukan hanya saja bersatu bersama muslim fundamentalis yang melihat rokok sebagai hal yang jahat, namun juga telah memancing para petinggi agama yang sebelumnya tidak anti merokok menjadi anti dengan rokok,” demikian kutipan dokumen tersebut.

Sementara di dokumen lainnya, para pengusaha rokok menyebut mereka yang anti rokok karena ajaran syari’at sebagai ancaman sebuah negara karena hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka ingin berhukum dengan hukum syari’at.

“Muslim yang secara terbuka tidak sepakat dengan kebiasaan merokok adalah seorang fundamentalis yang berbahay bagi pemerintahan sebuah negara,” demikian kutipan dari arsip tembakau dunia.

Lebih jauh, dokumen arsip tembakau internasional juga memuat strategi agar kebiasaan merokok dapat diterima sebagai sebuah bentuk gaya hidup modern.
Bahkan, dokumen-dokumen tersebut juga menyebut bahwa mereka yang menolak rokok dengan alasan syar’i , adalah ekstrimis muslim.

Industri Rokok Hendak Atur Fatwa dengn Menyewa “Ulama”
Ajaran Islam sebagai tantangan terbesar dalam perkembangan bisnis tembakau pun ditanggapi serius oleh para pengusaha. Memo dari Philips Morris pada tahun 1996 mencatat keinginan mereka agar dapat membuat fatwa tandingan.

“Kita membutuhkan para sarjana otoritatif, terutama dari Al Azhar Kairo yang dapat menjadi penasehat kita terkait isu ini (pelarangan rokok),”

“Para pakar dan sarjana ini harus didampingi oleh jurnalis muslim untuk melawan pandangan kaum ekstrimis dan fundamentalis tentang rokok, isu ini haru dimainkan dengan baik, kita harus menghindari sega kemungkinan reaksi balik,” demikian isi note tersebut.
Pakar hukum pun disiapkan oleh industri tembakau agar dapat merevisi hukum syar’i terkait rokok.

Firma hukum Shook, Hardy and Bacon dalam presentasi terkait hukum syar’i rokok pada tahun 2000 menyebut bahwa tidak ada larangan spesifik dalam Al Qur’an terkait pengharaman rokok.

Dalam dokumen lain, disebutkan bahwa Philips Morris mendapat anjuran untuk merekrut sarjana muslim di McGill, asosiasi tembakau dari Kanada menyanggupi untuk menjalin kontak ke McGill.Namun, tidak diketahui pasti apakah usaha Philips Morris ini berhasil atau tidak, sebab hingga kini tidak ada makalah ilmiah yang ditulis dari McGill terkait hukum rokok dalam islam.

BAT, saat dimintai komentar oleh The Guardian terkait dokumen-dokumen yang menyebut adanya rencana pengacauan hukum syar’i terkait pelarangan rokok dari pihak pengusaha tembakau, hanya menjawab diplomatis.

“Dokumen hasil studi 20 lalu tersebut sama sekali tidak merepresentasikan kebijakan kami,” demikian ujar BAT

Sementara itu Philips Morris tidak memberikan respon apa-apa saat dimintai keterangan oleh The Guardian terkait masalah ini. [Islampos]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama